Sekarang Atau Tidak Sama Sekali. [Ref. TA]
Kamis, 13 Desember 2012
Politisasi Semakin Membenamkan Sistem Sepakbola Indonesia
Revolusi Sepakbola Indonesia semakin tenggelam dalam permainan para pejabat negara. Entah kenapa mereka menempatkan olahraga sejuta umat menjadi pacuan "percaturan kepentingan", demi kelompok.
Tak sempat melihat apa yang dihasilkan JC (Joint Committe) bentukan TaskForce AFC selama ini yang kemudian tiba-tiba hilang dan musnah begitu saja. hanya saja tersisa MoU yang ditandatangani dan disepakati di negeri malaya itu, namun hal ini semakin tidak menentu arah tujuannya.
Kejadian yang terjadi bukanlah kerugian bagi para Politikus negeri ini, malah sebaliknya ke-kisruhan dijadikan makanan empuk mereka untuk medan tempur memperebutkan tahta. Bukan sebuah kebetulan saja, skenario peta politik menyelimuti Kisruh sepakbola nasional dengan sikap pengunduran diri seorang Menteri Olahraga (Andi Mallarangeng) semakin gamblang gambaran kubu yang bersilih.
Pemerintah akhirnya turun tangan dengan maksud, ikut memberikan dukungan untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi serta memberikan fasilitas mengakomodir permintaan PSSI-KPSI. Boleh dikata KEPMENPORA dalam keadaan Status Quo, akhirnya Pemerintah menunjuk seseorang untuk menggantikan posisi Menteri antar waktu sebagai Pelaksana Tugas harian adalah Bpk.Agum Gumelar.
Atas kewenangannya sebagai Lembaga Negara yang menaungi cabang olahraga, termasuk sepakbola Bpk. Agum Gumelar menunjuk seorang wakil Fasilitator yaitu Joko Pekik guna mengakomodir serta menyelesaikan Konflik yang terjadi dalam Organisasi PSSI maupun KPSI.
Bukan kita semua suporter Indonesia sudah Jengah mendengarkan statemen mereka yang tanpa wujud dalam tindakan nyata, malah terlihat saling meninggikan egoistis. Benak sanubari stakeholder bangsa ini seakan tanpa urat malu, dengan sikapnya yang angkuh Pemerintah c.q Kepemenpora mendalilkan kewenangannya dilandaskan atas UU No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional dan PP Nomor 16 tahun 2007 tentang Penyelenggraan Keolahragaan.
Munculah Task Force bentukan Pemerintah yang saat ini mengambil alih kendali Task Force AFC yang tak lama sudah dibubarkan. Seakan-akan berlebihan bahwa wewenang yang dimandatkan undang-undang adalah pedoman mutlak untuk mengurus Organisasi PSSI, sebaliknya Task Force Pemerintah menganggap Surat Resmi FIFA hanyalah sebagai saran dan bukan merupakan Mandat atau utusan yang harus dianut.
Sebagai Federasi dunia Sepakbola, FIFA sesuai Agenda Kongres Luar Biasa PSSI yang dilaksanakan di Palangkaraya, kemarin Senin, 11 Desember 2012 tepatnya di Hotel Aquarius. PSSI-KPSI serta Kepmenpora melalui Plt. Agum Gumelar sebelumnya telah sepakat untuk Agenda tersebut, tapi Task Force Pemerintah "Ompong" tanpa tindakan apapun dan Pihak KPSI-pun tidak menghadiri acara tersebut.
Pelik keadaan, lebih dari kisruh yang terjadi dalam sistem Sepakbola negeri ini. Banyak sekali yang memanfaatkan dan menunggangi kewenangan dengan kepentingan Politik Partai Politik. Suporter awam tergiring dalam Opini dan tak sedikit yang bekerja pula mengawal hasrat penjahat sepakbola bangsa.
Disisi lain, PSSI yang tidak terlalu positif dalam tugas tetap berusaha untuk menebus dosa besar mereka kepada pecinta sepakbola Indonesia. Beberapa pejabat PSSI mengejar "Ke-arifan" FIFA agar MASIH mau memberikan tenggat waktu penyelesain konflik. Semakin Ironis, puluhan Polisi menjaga kawasan Stadion Gelora Bungkarno, Senayan dengan penjagaan ketat karena disinyalir adanya COUP'DE Et (Kudeta) KPSI yang berhasrat mengambil alih Kantor PSSI,tadi.
Tak hanya mereka yang terlibat, pihak keamanan (KAPOLRI) pun diduga ikut mengintervensi konflik ini dengan cara menyegel Hotel Aquarius di Palangkaraya. Hingga Loby dilakukan PSSI kepada Gubernur setempat untuk tetap memberikan izin menyelenggarakan KLB untuk dilakukan Verifikasi Faktual Anggota PSSI yang juga dikawal langsung oleh Perwakilan FIFA & AFC.
Tumpang tindih peraturan hanya angin lalu saja, memanfaatkan ketidaktahuan hukum negeri ini. Saat berbicara Peraturan PSSI berpedoman Statuta FIFA & AFC dalam menentukan Statuta PSSI. Tak hanya itu, Organasisasi dibawah naungan Federasi Sepakbola Dunia (FIFA) telah pula mengatur tentang Pembentukan Struktir Anggota maupun Executive Committe dilakukan melalui Kongres dan hasilnya menjadi Peraturan Organisasi PSSI.
Task Force menyimpangi Independensi PSSI, padahal dalam ketentuan UU No. 3 Tahun 2005 tidaklah dijelaskan bahwa Pemerintah dapat mengambil alih kewenangan secara Penuh bila Organisasi Cab.Olahraga mengalami Konflik.
Apalagi PSSI-KPSI & Task Force berjalan dengan keinginan masing-masing. Agar tak terkena Sanksi, PSSI mengejar pejabat FIFA hingga ke negeri Jepang sebaliknya Syahwat KPSI ingin mengambil alih Kantor PSSI di Senayan secara Paksa, sedang Task Force hanya melihat tingkah mereka. Jika dinalar, Task Force Nihil tanpa Fungsi, memperkeruh keadaan tanpa solusi Penyelesaian.
Hanya Penjahat yang tak ingin salah, mereka adalah 4 (empat) Orang mantan EXCO PSSI yang dipecat melalui Komite Etik Organisasi PSSI, karena terbukti telah menggelar Kongres Setan tanpa aturan dan menggiring opini untuk melakukan makar ditubuh PSSI. Masih merasa tidak Puas, akhirnya 4 Penjahat itu menelurkan Dendamnya dengan membentuk Organisasi KPSI sebagai tandingan PSSI, atas dasar "Komite Penyelamat" mereka mendalilkan segala cara untuk memenuhi hasrat dan dendam mereka.
Bila kemudian diurut dari awal, terlihat siapa Virusnya dan akhirnya muncul gerakan melalui dunia maya dengan menampilkan kesan berbeda, selain mengkritisi habis soal konflik, membuka aib para penjahat sepakbola dan memberikan opini logis, kali ini adalah memberikan Signatured Online sebagai gerakan kepada Presiden untuk segera membubarkan KPSI.
Kami tidak berpihak siapapun, netralpun masih anggap memihak hanya saja tulisan ini sebagai kajian untuk lebih aware, siapa yang berprilaku buruk dan siapa yang berniat baik. Senayan12 mengajak seluruh elemen supporter se-Indonesia untuk mengisi form Petisi pembubaran KPSI yg ditujukan kepada Presiden, bila sungguh menyuport Silahkan mengisi form berikut ini. [Klik PETISI PEMBUBARAN KPSI]
Postingan
Unknown
Rabu, 12 Desember 2012
Tiga Aspek Kegagalan PT. Pengelola Persebaya
Persebaya telah memiliki Direktur Resmi,“Saya ditunjuk PT sebagai Kuasa Direksi mutlak. Jadi, SK Kuasa Direksi sudah & saya dapatkan per tanggal 15 september. Saya, secara yuridis formal diberi kewenangan oleh PT untuk mengelola Persebaya secara utuh,” tutur Gede.
Menurutnya PT. PP tidak memberikan Kontribusi yang maksimal untuk GreenForce, julukan akrab Tim Persebaya. Dan Alasan baginya enggan menggunakan struktur organisasi kepengurusan PT PP, yaitu Yang Pertama adalah Tidak memberikan Bukti Konkrit Perkembangan Infrastruktur / Peralatan Untuk Tim PERSEBAYA yang sampai saat ini masih manual. (Transfer Technology)
Yang Kedua, Tidak ada perkembangan ilmu yang signifikan pada Tim Persebaya, terutama tentang Manajemen. (Transfer Knowladge)
Dan yang terakhir yaitu Ketidakmampuan PT PP yang merupakan wakil dari konsorsium untuk menggaji Persebaya tepat waktu.
“Tiga aspek penting itu harus didapatkan dalam sebuah kerjasama pengelolaan.” tutur Chief Executive Officer (CEO) Persebaya yang juga merangkap sebagai Pengelola Tim Persebaya itu.
Kepada wartawan ia pun mengaku telah menalangi gaji pemain musim lalu hingga hingga 4,8 M. Dalam wawancara tadi malam, ia pun mengaku hanya meng-klaim dana tersebut 3,6M kepada Konsorsium di Jakarta, “Yang 1,2 M saya ikhlaskan meski ada di catatan tim pelatih, tapi itu tidak ada notanya,” pungkasnya.
Postingan
Unknown
SELAYANG PANDANG BOCAH SENAYAN
Bergemuruh saat bertemu, entah ada sdkit kesedihan dalam suasana perpisahan tadi malam. Habis manis sepah dibuang, mungkin itu tepat untuk cerita panjang Klub Persebaya yang disokong oleh 2 (dua) Perusahaan.
Beberapa Bonek dan perwakilan Konsorsium akhirnya bertemu, tapi bukan untuk membahas langkah progress planning Persebaya musim depan melainkan untuk sarah sechan sebelum pergi meninggalkan kota Surabaya(21/12).
Kembali mengingat aksi yang dilakukan Bonek beberapa waktu lalu itu adalah bentuk apresiasi dan koreksi, selain itu juga bonek sangat prihatin atas issue konflik dikedua manajemen tersebut segera berakhir dan menjadi evaluasi akhir kinerja mereka bersama. Persebaya dijalankan oleh 2 Perusahaan (Konsorsium) harus membenahi kembali sistem manajemen klub Persebaya dimusim kompetisi mendatang dan perombakan sistem agar bisa lebih kompetitif dalam ketatnya persaingan Klub Profesional di Indonesia
Konflik pun usai, dengan adanya statemen dari seseorang yang bernama I Gede Widiade. Ia yang menyatakan dirinya juga ditunjuk sebagai Pelaksana Pengelola yang artinya selain ia menduduki jabatan sebagai Direktur Klub dalam hal ini PT. Persebaya Indonesia (PI), juga sebagai
orang ditunjuk oleh PT. Pengelola Persebaya Indonesia (PPI) sebagai Pelaksana pengelolaan Persebaya sesuai wewenang yang tertuang dalam isi Kuasa dari Konsorsium.
Tuntas sudah seluruhnya, Persebaya hanya memiliki satu pintu saja sebagai manajemen tunggal. Entah pertimbangan dan kebijakan apa Konsorsium memutuskan itu, seperti diberitakan diberbagai media online, Persebaya tidak lagi dikelola oleh PT. Pengelola Persebaya Indonesia yang sebelumnya dipegang oleh Dityo Pramono sebagai CEO.
Perpisahan yang terjadi dengan kondisi sedikit mengharubiru, kami hanya bisa berbicara seadanya diantara bonek yang lainnya, kemudian bersendau gurau, seraya esok masih bersama lagi. Bergumam hati kecil ini ketika harus mengakhiri percakapan itu, akhirnya kami mengakhirinya dengan saling bersalaman.
Tak pernah kami salahkan apa yang terjadi hingga saat ini, tapi kami merasa bangga karena kalian pernah menjadi bagian dari Bonek dan Persebaya.
Kami hanya menulis sebuah cerita pendek tentang keadaan disana, mungkin lebih tepatnya hanya menerka rangkaian informasi dan berita. Tapi, perjalanan Persebaya tidak pernah berhenti sampai disini karena selama emosi jiwa masih menggelegar dan membahana, tak ada satu alasan bagi kami berhenti memberikan dukungan moril dan Loyalitas untuk kebanggaan kami PERSEBAYA.
Postingan
Unknown
Langganan:
Postingan
(
Atom
)